Top Categories

Perkembangan Terkini dalam Perjanjian Iklim Global

Perkembangan Terkini dalam Perjanjian Iklim Global

Lanskap perjanjian iklim global telah mengalami evolusi yang signifikan dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh meningkatnya urgensi seputar perubahan iklim. Perjanjian Paris, yang diadopsi pada tahun 2015, menetapkan landasan bagi kerja sama internasional untuk membatasi pemanasan global hingga di bawah 2 derajat Celcius, dengan target yang lebih ambisius yaitu 1,5 derajat. Perkembangan terkini berfokus pada peningkatan komitmen, dukungan keuangan, dan mekanisme inovatif untuk memantau kemajuan. Pada tahun 2021, COP26 di Glasgow menekankan pentingnya janji “net-zero”, dengan lebih dari 130 negara berkomitmen untuk mencapai netralitas karbon pada tahun 2050. Perkembangan utama termasuk pembentukan Pakta Iklim Glasgow, yang mendesak negara-negara untuk mempercepat upaya penghapusan batubara secara bertahap dan mengurangi subsidi bahan bakar fosil. Khususnya, Inggris memimpin diskusi mengenai penghentian penggunaan batu bara secara bertahap, yang mencerminkan peralihan ke sumber energi rendah karbon. Sejak COP26, penekanan pada pendanaan iklim masih tetap penting. Negara-negara maju didesak untuk memenuhi target $100 miliar per tahun untuk adaptasi dan mitigasi iklim di negara-negara berkembang. Konferensi Perubahan Iklim PBB (COP28) tahun 2023 diharapkan dapat mengevaluasi kemajuan dan memobilisasi pendanaan lebih lanjut, memastikan negara-negara rentan menerima sumber daya yang memadai untuk memerangi dampak iklim. Selain itu, diperkenalkannya “Pasal 6” dalam Perjanjian Paris memungkinkan adanya mekanisme berbasis pasar untuk memfasilitasi pengurangan emisi. Negara-negara sedang menjajaki perdagangan karbon, dan negara-negara seperti Brazil dan Afrika Selatan menciptakan kerangka kerja untuk memperdagangkan kredit emisi, dan memberi insentif pada praktik-praktik berkelanjutan. Solusi berbasis pasar ini siap untuk meningkatkan akuntabilitas dan mendorong pemerintah untuk mematuhi komitmen mereka. Advokasi kaum muda menjadi semakin berpengaruh dalam negosiasi iklim. Gerakan yang dipimpin oleh aktivis seperti Greta Thunberg dan organisasi seperti Fridays for Future telah memperkuat seruan untuk aksi iklim, memastikan bahwa suara generasi muda terwakili dalam diskusi penting. Dampaknya menyoroti perlunya tindakan nyata dan bukan sekadar janji. Pada tahun 2022, Panel Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) merilis laporan penting yang menguraikan konsekuensi buruk dari tidak adanya tindakan terhadap iklim, dan menekankan perlunya pengurangan segera emisi gas rumah kaca. Laporan ini memicu seruan bagi pemerintah untuk memperbarui Kontribusi yang Ditentukan Secara Nasional (NDC) menjelang COP28, sehingga memperkuat janji mereka untuk memastikan akuntabilitas dan melacak kemajuan. Kerja sama regional juga memainkan peran penting dalam strategi iklim. Agenda 2063 Uni Afrika menekankan pembangunan berkelanjutan melalui inisiatif ketahanan iklim, sementara Uni Eropa terus mendorong Kesepakatan Hijau (Green Deal) yang bertujuan untuk mengurangi emisi sebesar 55% pada tahun 2030. Kerangka kerja regional tersebut memberikan model untuk mengintegrasikan tujuan iklim ke dalam strategi sosio-ekonomi yang lebih luas. Inovasi teknologi sangat penting untuk mengatasi tantangan iklim. Terobosan dalam energi terbarukan, penangkapan karbon, dan teknologi penyimpanan menghadirkan solusi yang layak untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil. Proyek-proyek kolaboratif, seperti Global Methane Pledge, menargetkan pengurangan emisi metana, yang menunjukkan pendekatan proaktif dalam mengelola potensi gas rumah kaca. Pendidikan dan kesadaran masyarakat juga meningkat secara signifikan, dengan berbagai inisiatif yang bertujuan untuk menumbuhkan budaya keberlanjutan. Pemerintah dan LSM memprioritaskan pendidikan iklim untuk memastikan masyarakat mendapat informasi, yang penting untuk mendorong gerakan akar rumput dan perubahan kebijakan. Arah perjanjian iklim terus berkembang, menggarisbawahi bahwa kolaborasi internasional sangat penting dalam mengatasi perubahan iklim secara efektif. Dengan penekanan pada dukungan finansial, mekanisme inovatif, dan advokasi akar rumput, dunia bergerak menuju inisiatif iklim yang lebih ambisius, membuka jalan bagi solusi berkelanjutan tidak hanya untuk saat ini, namun juga untuk generasi mendatang.